Biografi Singkat D. N. Aidit

D. N. Aidit saat muda

D. N. Aidit saat muda

Memahami peranan D.N Aidit, dalam konstelasi politik Orde Soekarno tidaklah sulit. Aidit dapat kita kenal dalam lembaran sejarah Orde Soeharto sebagai seorang tokoh penting dalam PKI. Selain itu ia dikenal dekat Sukarno dan juga diduga menjadi otak intelektual terjadinya peristiwa G 30 S. Akan tetapi pemaparan Aidit sebagai bagian konstruksi sejarah politik di Indonesia, tentunya agak sedikit menyulitkan. Terutama karena tokoh Aidit selama kurun 32 tahun telah sedemikian rupa didistorsikan sebagai simbolisme negativa ketokohan politik di Indonesia. Sehingga terjadi kesulitan menjelaskan mengenai peran sejarah tokoh ini pada “apa yang ada pada realita historisnya sendiri”.

Walaupun ia adalah tokoh penting dalam kesejarahan Indonesia, seluruh kehidupan D.N Aidit tampak, masih sebagai sebuah teka-teki yang urung terselesaikan. Aidit memulai karir politiknya sejak awal bersama ideology komunis yang diyakininya. Aidit pun mati ditembak oleh sekawanan tentara “Pancasilais”, karena ideologinya yang komunis serta tuduhan makar tanpa adanya proses peradilan.

Tulisan ini sedikitnya ingin berupaya memberi gambaran selintas mengenai sang tokoh. Terutama mengenai perjalanan sejarah tokoh Aidit secara ideologis. Dalam hal ini Aidit dilihat sebagai seorang tokoh penting PKI yang menjalankan arah kebijakan Partai Komunis itu hingga dihancurkan dalam tragedy Gestok. .

Masa Muda Aidit
Soegiarso Soerojo menyebutkan bahwa nama lengkap D.N Aidit sebenarnya bukanlah Dipa Nusantara Aidit yang sebagaimana kita kenal luas. Melainkan nama sebenarnya adalah Djafar Nawawi, anak haji Aidid dari bangka. Tak begitu jelas bagaimana Aidit menghabiskan masa kecilnya, yang pasti sebagaimana anak desa kebanyakan ia bergaul dengan teman sebayanya, setiap sore pergi mengaji dan ketika malam tidur di Surau. Latar belakang demikian, justru memberi jejak asal-muasal yang kontras bagi pribadinya, ketika kelak ia menjadi petinggi partai komunis, yang justru sering dianggap anti-Tuhan.

Ketika menginjak usia remaja, pemuda Aidit pergi merantau ke Jawa. Di Jawa ia berguru kepada tokoh pergerakan islam terkemuka, H.O.S Tjokrominoto. Tjokro, banyak mengajarkan sebuah hal-hal yang selama ini jauh dari ia bayangkan. Kesenjangan antara kelompok kaya-miskin, persoalan kolonialisme dan cita-cita kemerdekaan secara utuh adalah tema-tema pelajaran yang cukup mempengaruhi Aidit. Konon, dari Tjokro-lah Aidit mengenal dan meyakini komunis sebagai ideology politik yang cocok baginya. Patut diingat bahwa dari Tjokro juga lahir cabang gerakan ideology lainnya: Soekarno yang nasionalis dan Kartosuwiryo yang islamis. Sehingga kita dapat saksikan bahwa antara, Soekarno, Kartosuwiryo dan Aidit (baca: Nasakom), sesungguhnya bermuara kepada satu sumber yang sama (?).

Menjelang pecahnya revolusi agustus 1945, Aidit adalah salah seorang tokoh terkemuka pemuda menteng 31. Bersama Chaerul Saleh, Adam Malik, Wikana, A.M Hanafi dan Soekarni, ia adalah tokoh yang cukup aktif dalam menekan tokoh-tokoh angkatan tua untuk mendeklarasikan proklamasi.

Seusai proklamasi, sehubungan dengan anjuran berdirinya partai-partai akibat maklumat X Hatta maka berdirilah Partai Komunis Indonesia (PKI). sifat kepemudaan yang revolusioner serta ideology partai yang dianggap sepaham dengan keyakinan individualnya, membawa Aidit memasuki Partai Komunis Indonesia tersebut. Peran Aidit dalam partai, antara 1945 hingga dihancurkannya PKI dalam peristiwa Madiun 1948 tidaklah begitu banyak. Tak begitu dikenal bagaimana kehidupan Aidit antara masa-masa ini, selain daripada ia dicatat sering menghadiri rapat-rapat yang diadakan PKI. Yang pasti, ketika PKI dihancurkan pada 1948, Aidit berhasil lolos dari kejaran tentara Hatta dan kemudian menyingkir keluar negeri guna menimba ilmu (Peking?).

Aidit, PKI dan Demokrasi Terpimpin
Ketika kembali ke Indonesia pada awal 1950-an. Situasi Indonesia sudah sejak jauh berbeda. Sukarno membuka pemahaman rekonsiliasi terhadap seluruh komponen yang ada dalam kehidupan bernegara dari kelompok ideology manapun, untuk mempertahankan bersama keutuhan dan kemerdekaan negeri ini dari rongrongan neo-kolonialisme dan imperialisme (Nekolim). Anjuran Sukarno tersebut, membuka ruang bagi tokoh-tokoh PKI muda untuk membangun kembali organisasinya. PKI yang sempat dibangun oleh tokoh tua, Alimin dan Pono. Kemudian berhasil direbut oleh tokoh yang lebih muda: Aidit, Nyono, Waluyo dan lain lain. Jabatan tertinggi dalam kepartaian yaitu Sekretaris Djendral dipegang oleh D.N Aidit.

Dibawah pimpinan D.N Aidit, PKI mulai menggalakkan kembali membangun kinerja organisasinya. PKI menjelaskan kepada komponen bangsa lainnya bahwa partainya adalah partai kader yang mengedepankan Indonesia yang bermartabat. Aidit amat rajin membangun organisasinya secara sistematis, dengan masa garapannya meliputi masa tani dan buruh terutama yang berasal dari status sosial menengah-kebawah. Secara khusus Aidit menyebut partainya sebagai partai ploretariat, partainya rakyat banyak. Untuk membela partainya terhadap cemoohan peristiwa madiun 1948. Aidit kemudian menulis pembelaan partainya lewat tulisan Menggugat peristiwa Madiun, sebuah tulisan yang isinya menyebutkan bahwa saat itu PKI adalah pihak yang diprovokasi oleh Hatta dan menjadi korban (bukan pelaku!).

Lewat pola pengorganisasian yang rapi dan terkoordinasi, PKI dengan cepat dapat memperluas keanggotaannya. Terlebih, ketika itu PKI adalah satu-satunya partai yang selalu mengambil bagian terdepan untuk membela kepentingan masyarakat yang termarjinalkan, sebagaimana issue land reform yang menjadi issue utamanya pada era 60-an. Selain itu dukungan secara tidak langsung Sukarno terhadap partai ini, membuat daya tarik sendiri bagi masyarakat luas. Secara garis besar dukungan atau simpati Sukarno tampak, karena PKI lah satu-satunya partai yang terdepan dalam mendukung setiap kebijakan presiden.
Aidit, pada akhirnya terbujuk untuk berpartisipasi melakukan kolaborasi dengan Sukarno. Ada kesan bahwa Aidit telah terbentur kepada kepentingan pragmatis (yang tergesa-gesa) untuk membangun partai. Secara ideologis, Soekarno atau PNI merepresentasikan basis kepentingan borjuasi nasional yaitu kelompok priyayi jawa-abangan, yang dalam teoritisi marx termasuk dalam kelompok lawan yang harus dihantam. Dengan demikian, terjadi perselingkungan ideologis Aidit terhadap Marx, karena Aidit bertindak bersekutu dengan kelompok non-ploretar. Aidit tentu saja memiliki sandaran argumentasi ideologis pada basis teori Lenin mengenai revolusi dua tahap yaitu melawan imperialisme dan kapitalisme. Untuk sementara dalam melawan kekuatan Nekolim maka kompromi dengan kekuatan borjuasi nasional dibolehkan, demikian interpretasi Aidit.

Secara meyakinkan apa yang dilakukan Aidit menuai keberhasilan dalam PEMILU 1955. PKI dibawah Aidit telah membuktikan bahwa partainya menjadi salah satu dari empat kekuatan besar di Indonesia, mengalahkan PSI Sjahrir, IPKI-nya Nasution atau Murba warisan Tan Malaka. Hasil ini secara meyakinkan kembali meningkat dalam PEMILU 57, dimana didaerah jawa PKI mendapat suara peringkat pertama mengalahkan PNI, NU dan. Masjumi.

Hasil ini membuat Sukarno memaksa partai lain bahwa diperlukannya strategi pembangunan tiga kaki yang berlandaskan pada ajaran Nasakom. Untuk itu PKI sebagai bagian kekuatan empat besar, kiranya berhak untuk menduduki kursi dalam pemerintahan. Sebuah tawaran yang kemudian mendapat tanggapan sengit dari pihak islam (NU dan Masyumi). Padahal maksud Sukarno untuk memasukkan PKI dalam pemerintahan, justru secara ekonomis, sangat tidak menguntungkan partai. Sukarno ingin memaksa PKI turut bertanggung-jawab dalam pemerintahan. Sehingga PKI kelak tidak memiliki alasan untuk melakukan aksi makar atau aksi pemogokan buruh, yang dapat merugikan atau mengurangi kewibawaaan pemerintah. Ketika pada akhirnya PKI dimasukkan dalam struktur kabinet, hasil ini terlihat, karena PKI tidak diberikan kursi kabinet yang singnifikan atau menguntungkan secara ekonomi.

Menjelang 65, kekuatan PKI dan Aidit, bisa dikatakan sudah berada diatas angin. Musuh ideologis yang non-kompromis terhadap mereka yaitu PSI, Masyumi dan Murba sudah dibubarkan. Dengan demikian jalan perebutan kekuasaan secara kompromis lewat parlemen yang legal, amat terbuka lebar bagi PKI. Apalagi saat itu Presiden Soekarno bertindak seakan-akan pelindung bagi PKI. Baik itu lewat konsepsi revolusi dua tahapnya, ataupula lewat proyek Dwikora dan konfrontasi dengan blok kapitalis yang semakin menjadi-jadi.

Posisi PKI yang saat itu sudah amat diuntungkan, akhirnya berakhir dengan peristiwa G 30 S. Peristiwa G 30 S yang diduga atau dituduhkan dilakukan oleh PKI, anehnya justru berdampak buruk bagi perkembangan PKI sendiri. Peristiwa ini menjadi alasan bagi penghancuran serta pembunuhan terorganisir kader dan simpatisan PKI oleh tentara. Dan terbesar tentunya bagi pemarjinalan secara politis PKI dari panggung politik di Indonesia untuk selamanya.

Aidit sebagai tokoh nomer wahid PKI, tak lepas dari proses penghancuran itu. Walau keterlibatannya tidak secara jelas dapat dibuktikan oleh lembaga peradilan -karena semuanya masih samar-. Tokoh kemerdekaan dan pembangunan Indonesia yang demokratis-kerakyatan itu, akhirnya harus merelakan darahnya menjadi tumbal bangsanya ditangan tentara pancasila. Aidit harus rela menyusul amir Syarifuddin, Maruto Darusman, Musso, orang-orang yang menjadi panutan dan telah mendahuluinya ditangan tentara. Ada orang yang bergembira atas kematiannya, ada juga yang menangisinya.

Sumber

15 comments

  1. PKI saat thn 65 ßišª jadi berjaya,†ªþį untuk saat ini ideologi komunis mulai kembali muncul dan sangat berbahaya karena sangat bertentangan dengan pancasila,jadi sebagai warga negara waspada lah kita semua adanya bahaya laten komunis.

  2. PEMBELOKAN SEJARAH TELAH DI LAKUKAN OLEH SOEHARTO DAN ANTEK”NYA.
    MENGAPA ORANG” YG DI ANGGAP TERLIBAT DALAM PERISTIWA ITU LANGSUNG DI TEMBAK MATI???KALO MELALUI PROSES PERADILAN KEDOK SOEHARTO AKAN TERBUKA DI MUKA SIDANG.KARENA DIALAH SEBENARNYA DALANG DARI PERISRIWA BERDARAH ITU.

  3. Indonesiaku sungguh malang nasibmu. semua pasti ada hikmahnya…
    Saya sebagai orang muslim, Ideologi terbaik adalah Islam…

  4. http://www.antaranews.com/berita/441693/dokumen-rencana-pemberontakan-pki-ditemukan

    Dokumen rencana pemberontakan PKI ditemukan

    Senin, 30 Juni 2014 17:01 WIB | 17043 Views

    Pewarta: Edy M Ya’kub
    Dokumen rencana pemberontakan PKI ditemukan

    Foto dokumentasi pemberangusan anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia pasca pemberontakan mereka pada Oktober 1965. Sampai kini masih sangat banyak informasi ataupun penggalan sejarah otentik yang gelap tentang pemberontakan PKI ini. (kvltmagz.com)

    … Ada sisa-sisa PKI bercokol di media massa… ”

    Berita Terkait

    Legislator minta aparat antisipasi pasca pilpres
    Tiongkok ingin tingkatkan investasi
    Mahfud: intelijen asing coba intervensi Pilpres Indonesia
    Pendukung Prabowo-Hatta yakin menang setelah didukung Demokrat
    Komentar Ruhut soal DPP Demokrat dukung Prabowo

    Surabaya (ANTARA News) – Dokumen kecil berisi rencana pemberontakan PKI dengan target mendirikan negara komunis di Indonesia ditemukan ahli sejarah Universitas Negeri Surabaya, Prof Dr Aminuddin Kasdi.

    “Jadi, pengakuan pihak tertentu ada skenario ABRI melakukan penangkapan orang-orang PKI setelah Oktober atau ada pembantaian terencana oleh NU terhadap PKI, ternyata tidak didukung bukti historis,” katanya, kepada ANTARA, di Surabaya, Senin.

    Menurut dia, fakta yang sebenarnya justru ada dalam buku kecil atau buku saku tentang ABC Revolusi yang ditulis CC (Comite Central) PKI pada 1957, yang merinci tiga rencana revolusi atau pemberontakan PKI tentang negara komunis di Indonesia.

    “Buku yang saya temukan itu justru membuktikan bahwa rencana pemberontakan PKI yang diragukan sejumlah pihak itu ada dokumen historisnya, bahkan dokumen itu merinci tiga tahapan pemberontakan PKI yang semuanya gagal, lalu rumorpun diembuskan untuk mengaburkan fakta,” katanya.

    Tanpa menyebut asal-usul dokumen yang terlihat lusuh itu, ia mengaku bersyukur dengan temuan dokumen yang tak terbantahkan itu.

    “Kalau ada orang NU melakukan pembunuhan, itu bukan direncanakan, tapi reaksi atas sikap PKI sendiri yang menyebabkan chaos itu,” katanya.

    Ia menjelaskan sikap PKI memang menyakitkan, sehingga NU melakukan reaksi balik. “PKI melakukan provokasi dengan ludruk yang temanya menyakitkan, seperti matinya Tuhan, malaikat yang tidak menikah karena belum dikhitan, dan banyak lagi,” katanya.

    Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat jangan terpengaruh dengan provokasi politik yang didukung media massa untuk “membesarkan” PKI guna mengaburkan sejarah dengan menghalalkan segala cara.

    “Kita jangan terpancing dengan sisa-sisa orang PKI di berbagai lini yang berusaha membangkitkan mimpi tentang negara komunis melalui media massa, buku-buku, dan semacamnya yang seolah-olah benar dengan bersumber kesaksian,” kata dia.

    “Ada sisa-sisa PKI bercokol di media massa,” katanya pula.

    Ia menambahkan, testimoni berbagai pihak itu mungkin benar, namun testimoni itu bersumber dari individu-individu yang tidak mengetahui skenario besar dari PKI untuk merancang tiga revolusi dengan goal untuk mendirikan negara komunis di Indonesia.

    “Saya bukan hanya bersaksi, karena saya juga sempat mengalami sejarah pemberontakan PKI itu dan lebih dari itu, saya mempunyai bukti yang sangat gamblang dari dokumen PKI sendiri,” katanya.

    Senada dengan itu, guru besar Universitas dr Soetomo Surabaya, Prof Dr Sam Abede Pareno, menyatakan, buku Memoir on The Formation of Malaysia, karya Ghazali Shafie terbitan Universiti Kebangsaan Malaysia, menunjukkan kaitan erat Konfrontasi Indonesia-Malaysia dengan PKI.

    “Dalam buku itu jelas Bung Karno tidak menghadiri persidangan puncak dengan Tungku Abdul Rachman di Tokyo pada tahun 1963, karena PKI tidak suka dengan pertemuan itu,” kata penulis buku Rumpun Melayu, Mitos dan Realitas itu.

    Oleh karena itu, konfrontasi Indonesia-Malaysia itu bukan sekadar demo anti-Indonesia atau demo anti-Malaysia, melainkan PKI merancang konfrontasi itu agar rencana besar (negara komunis) tidak “terbaca”.

    Apalagi Bung Karno melontarkan gagasan nasionalis, agama, dan komunis yang justru “melindungi” gerakan PKI.

    “PKI memang selalu memanfaatkan kelengahan pemerintah Indonesia yang sibuk menghadapi Agresi Militer I Belanda pada 1947 dengan aksi terpusat di Madiun pada 1948,” katanya.

    “Lalu ketika pemerintah sibuk dengan Ganyang Malaysia yang juga mereka sponsori itu, PKI menikam dari belakang dengan Gerakan 30 September 1965,” katanya.

    Pada Juli ini juga ada beberapa agenda besar nasional, di antara yang terbesar adalah Pemilu Presiden 9 Juli nanti yang menyerap sejumlah besar pengerahan sumber daya nasional.

    Editor: Ade Marboen

Tinggalkan komentar